Hai luka... kita
kembali berjumpa lagi disini.
Seperti saat2 sebelumnya, aku selalu benci ketika kau datang
tanpa ku undang. Bukankah telah berkali2 aku mengusirmu pergi? Tapi mengapa kau
selalu datang lagi?
Tak bosankah kau menghampiri orang yang sama hampir disetiap
waktu?
Aku lagi...
Aku lagi...
Tolong katakan pada tuanmu, carilah tempat persinggahan yang
lain, jangan disini. Hatiku sudah terlalu sesak dengan bekas kedatanganmu yang
sebelumnya bahkan belum mengering. Kakiku nyaris pincang, tanganku nyaris
lumpuh menerima hantamanmu. Air mataku terlanjur kering, Luka :”)
Hai luka...
Kapan kau pergi? Tak lelahkah kau tetap terus berdiam
disini, mengisi seluruh ruang dan setiap jengkal di aliran darahku.
Aku lelah kau datang dengan bentuk yang berubah2, dengan
tuan yang berbeda2. Bukan kah disetiap kepergianmu selalu kuselipkan harapan
agar kau pergi dan jangan datang dengan membawa tuan baru lagi? Bukankah disetiap
kepergianmu yang sudah2, aku selalu menitipkan doa pada Tuhan agar penyembuhmu
tak lagi menghadirkanmu disini?
Lalu mengapa kau datang lagi? Sebersikeras itukah kau
menghancurkan aku?
Hai luka...
Jangan... jangan banyak tanya dan kurasa tak perlu kujelaskan
kenapa aku begitu membencimu. Kau... kau telah meluluhlantakkan semua mimpiku,
semua anganku, semua asaku. Cukup muak dengan tingkahmu yang berjungkirbalik di
benakku.
Luka... pergilah kau. Pergi... biarkan relung ini kosong
sendiri. Dan tak akan pernah lagi ia kuisi ntah sampai kapan. Tak akan ku
bukakan lagi pintu itu untuk siapapun sekeras apapun mereka mengetuk bahkan mendobraknya.
Hai luka...
Mau kah kau kuperkenalkan dengan sahabat terbaikku yang
bernama sang waktu? Ah... bukankah kau
sudah mengenalnya sejak lama ya? Sejak kemarin2 kau sering datang kesini aku
telah memperkenalkannya.
Luka... pergilah kau bersama waktu. Ia akan menjadi sahabat
terbaikmu. Dan seperti sebelum2nya, mungkin kau akan mengatakan tidak dan
menolak ajakan sang waktu dengan keras. Namun bukankah tetap saja seperti sebelum2nya,
dengan berlalunya hari demi hari kau pun akhirnya tetap saja memutuskan pergi
bersama waktu?
Boleh aku memberimu saran padamu wahai Lukaku?
Mengapa kau tak mengiyakan ajakan sang waktu sedari sekarang
saja? Daripada kau menghabiskan waktumu untuk tinggal dihatiku yang membosankan
ini. Cari lah tempat lain yang memang lebih pantas kau singgahi. Hati para
pemain cinta, seperti tuanmu, misalnya.
Ya! Benar! Kenapa tak kau singgahi hati tuanmu sendiri? Hah?
Oh ya... aku lupa, tuanmu sudah tak punya hati.
Ah sudahlah! Aku dan sahabatku sang waktu lelah membujukmu
untuk pergi!
Terserah maumu tetap tinggal disini atau bagaimana. Yang jelas
aku tak akan merawatmu! Aku tak akan membiarkanmu tumbuh semakin besar! Paham?!
Jangan harap kau dapat membangunkanku ditengah malam, jangan
harap kau dapat mendobrak belanga air mataku, jangan harap aku akan memikirkan
tuanmu!
Sudahlah, daripada lelah memarahimu yang memang tak akan
pernah paham, aku pamit tidur, dan kamu sang waktu tolong kembali bangunkan
hatiku ketika si luka itu sudah pergi dan ruang ini kosong dan kembali siap ditempati.