A
STORY IN A CHAT
5
September 2011, pukul 8 pagi…
Fatir:
Good morning, Honey. Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak? Aku sudah tiba di Bandung
pukul 5 pagi tadi. Sekarang aku dan teman-temanku dari Pekanbaru yang lainnya, sudah
ditempatkan di sebuah hotel bintang tiga di kota Bandung. Rencananya, jam
sepuluh pagi ini, aku dan teman-temanku akan menuju IPDN untuk menjalani tes
kesehatan. Doakan aku, honey. Aku merindukanmu…
Dewi:
Oh, sayang. Kalau saja kau tahu, aku semalam tak bisa tidur karena
memikirkanmu.
Aku tak terbiasa berada
jauh darimu. Kapan kau pulang, sayang? Aku juga
Merindukanmu :-(
Fatir:
Aku tak tahu kapan akan kembali ke
Pekanbaru, honey…kalau aku berhasil diterima menjadi praja di IPDN, mungkin aku
baru bisa pulang sekitar akhir bulan Desember. Semoga saja aku berhasil melalui
semuanya. Aku rasa kau tahu, bahwa menjadi praja di IPDN adalah salah satu
impianku sejak dulu.
Dewi:
Ya, sayang. Aku tahu itu. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Untuk
masa depan dan kehidupanmu.
*
* * *
5 September 2011, pukul 5 sore…
Dewi:
Oh, sayang! Kebetulan sekali! Kau sedang online
rupanya. Aku sulit sekali menghubungi ponselmu. Sepertinya sedang ada gangguan
pada jaringannya. Oh ya, bagaimana tes kesehatanmu? Apakah berjalan lancar?
Fatir:
Syukurlah. Semua berjalan dengan sangat lancar. Oh ya, kau perlu tahu. Aku
sekarang sudah berada di asrama IPDN, honey. Bukan di hotel lagi. Besok aku
akan menjalani rangkaian tes lainnya.
Dewi:
Semoga sukses, sayang :-D aku selalu mendoakanmu. Apa yang sedang kau lakukan
disana sekarang?
Fatir:
Aku sedang beristirahat dikamar, honey. Tubuhku terasa begitu pegal setelah
menjalani tes hari ini.
Dewi:
Kalau begitu, lebih baik kau tidur saja. Beristirahatlah :-)
Fatir:
Terimakasih, honey, atas pengertian dan waktu yang kau berikan. I love you…
Dewi:
I love you too :-*
*
* * *
6 September 2011, pukul 6 pagi…
Fatir:
Honey! Gawat! Gawat! Seluruh ponsel milikku dan teman-temanku disita oleh pihak
IPDN. Ternyata kami tidak boleh memegang ponsel hingga tes selesai. Bahkan bagi
para calon praja yang diterima menjadi praja di IPDN, tak diperbolehkan untuk
memegang ponsel hingga waktu pelantikan! Bagaimana ini, honey? :-(
Dewi:
Sudah kutebak akan seperti ini, sayang :-( mau bagaimana lagi? Bersabarlah. Ini
semua demi kebaikanmu. Bukankah kau sendiri yang ngotot ingin kuliah di IPDN,
meski telah kubujuk berkali-kali agar kau kuliah di STAN Palembang saja
sepertiku? Terimalah takdirmu, sayang. Kita tak bisa berbuat banyak.
Fatir:
Lalu bagaimana aku akan menghubungimu? Aku pasti akan sangat merindukanmu.
Dewi:
Bukankah kita masih bisa untuk open chat
sesekali, sayang?
Fatir:
Astaga! Benar sekali! Kau pintar, honey! Mengapa aku tak menyadari hal itu?!
Untunglah laptop dan modemku tak ikut
disita juga :-)
Dewi:
Tentu, sayang… tak mungkin aku menjadi pacarmu kalau aku tak pintar, hahaha
*
* * *
6 September 2011, pukul 8 malam…
Dewi:
Sayang?
7 September 2011, pukul 5:30 pagi…
Dewi:
Sayang? Mengapa kau tak kunjung mengabariku? Mengapa profil chat-mu selalu off?
9 September 2011, pukul 6:30 malam…
Dewi:
Apakah laptop dan modem-mu benar-benar disita juga, sayang? :-(
*
* * *
11 September 2011, pukul 4 sore…
Fatir:
Honey? Maafkan aku baru menghubungimu. Kegiatanku sangat padat disini, honey.
Untuk beristirahat pun aku jarang :-(
Dewi:
…
Fatir:
Honey, kau marah padaku? Untuk sekedar membalas pembicaraanku pun kau tak mau?
Ayolah, honey, cobalah bersikap dewasa. Kau seharusnya dapat mengerti
keadaanku.
Dewi:
…
Fatir:
Honey… kumohon. Maafkan aku :-(
Dewi:
Kau tak pernah mengerti perasaanku!
Fatir:
Tak pernah mengerti bagaimana?
Dewi:
Kau egois, Fatir! Kau selalu memintaku untuk mengerti keadaanmu, tapi kau tak
pernah mengerti perasaanku! Aku membutuhkanmu, Fatir! Aku merindukanmu! Empat
hari kau tak pernah memberi kabar padaku! Jahat sekali!
Fatir:
Keadaan yang membuatku seperti ini, honey. Mengertilah. Kegiatanku sangat
padat. Aku harus memulai kegiatan pagi-pagi buta, dan baru kembali pulang ke
asrama ketika malam. Aku lelah, dan aku harus beristirahat. Itulah sebabnya aku
jarang menghubungimu.
Dewi:
Tak ada waktu kah untukku walau hanya semenit? Tak ada lagi kah sisa tenagamu
hanya untuk menulis sedikit saja pesan chat
padaku yang menceritakan bagaimana kabarmu? Kurasa kau telah lupa padaku!
Fatir:
Sudahlah, honey. Tubuhku sedang lelah sekali sekarang. Dan tak ingin lagi
ditambah dengan masalah seperti ini!
Dewi:
Kau yang memulai semua masalah ini, Fatir! Cukup! Aku juga lelah. Dan ingin
beristirahat!
Fatir:
Dewi?
Fatir:
Dewi, begitu marahnya kah kau hingga langsung offline seperti ini?
Fatir:
Maafkan aku, Dewi :-( honey…
*
* * *
11 September 2011, pukul 10 malam…
Fatir:
Honey, masihkah kau marah padaku? Please, maafkan aku. Aku janji tak akan
mengulanginya lagi.
Dewi:
Fiuh… aku memang tak bisa berlama-lama marah padamu, sayang. Benarkan kau janji
tak akan mengulanginya lagi?
Fatir:
Ya, honey. Aku janji :-) jadi, kau mau kan memaafkanku?
Dewi:
Menurutmu? :-p
Fatir:
Hahahaha, kau selalu berhasil membuatku tersenyum, honey. Aku sayang padamu :-*
*
* * *
17 September 2011, pukul 3 sore…
Fatir:
Honey! Tahukah kau? Hari ini adalah pengumuman bagi para calon praja yang
diterima di IPDN. Dan ada berita bagus! Aku adalah salah satu dari seluruh
calon praja yang lolos! :-D aku diterima, honey!
Dewi:
Good, sayang :-) aku turut bahagia
mendengarnya. Lalu, bagaimana selanjutnya?
Fatir:
Aku akan mengikuti bermacam pelatihan setelah ini. Dan pelantikan akan
dilakukan tanggal 26 Oktober, honey. Setelah pelantikan, aku baru boleh
memegang ponsel lagi.
Dewi:
Sukses untukmu, sayang :-)
Fatir:
Terimakasih, honey… Oh ya, bagaimana dengan kuliahmu? Apakah kau nyaman kuliah di
STAN?
Dewi:
Sangat nyaman, sayang. Kemarin aku mendapatkan nilai A untuk post-test mata kuliah akuntansi negara.
Fatir:
Aku bangga padamu, honey…
Dewi:
Begitu pun aku. Aku juga sangat bangga padamu…
*
* * *
20 September 2011, pukul 11 siang…
Dewi:
Shit! Kau melakukan hal ini lagi padaku, Fatir! :-@ sudah tiga hari kau tak
pernah mengabariku! Mana janjimu untuk tak lagi mengabaikanku? Kau memang
pembohong!
Fatir:
Honey, dengarkan dulu penjelasanku. Aku memang benar-benar tengah sibuk disini.
Dewi:
Selalu itu alasanmu! Cukup, Fatir! Aku lelah!
Fatir:
Honey, maaf :’-( aku tak bermaksud seperti ini.
Fatir:
Honey, lagi-lagi kau offline ketika
kita sedang membicarakan hal yang penting! Mengapa kau seolah selalu lari dari
semua ini? Tak bisakah kau bersikap sedikit dewasa dan membicarakan hal ini
denganku hingga tuntas? Kau childish!
Fatir:
Honey? :-( balaslah chat-ku ini. Kita harus bicara…
*
* * *
25 September 2011, pukul 7:30
malam…
Dewi:
Fatir, kita harus bicara!
Fatir:
Akhirnya kau membalas chat-ku juga
setelah lima hari kau menghilang!
Dewi:
Kau yang membuatku seperti ini!
Fatir:
Bukankah aku sudah minta maaf?
Dewi:
Sudahlah, Fatir! Aku sedang tak ingin membicarakan hal itu! Aku ingin
membicarakan hal lain denganmu!
Fatir:
Membicarakan hal apa?
Dewi:
Aku tak ingin basa-basi lagi, Fatir! Aku sudah tahu semuanya, bahwa kau
mempunyai selingkuhan disana!
Fatir:
Apa maksudmu, honey? Aku tak mengerti :-/
Dewi:
Tak usah pura-pura bodoh! Fika Putri! Itu nama selingkuhanmu! Mahasiswi
semester satu di fakultas sastra Universitas Padjajaran. Dia adalah mantan
kekasihmu sewaktu kau masih duduk di kelas 3 SMA! Benar kan Fatir?! Kau tak
bisa lagi mengelak!
Fatir:
Kau tak bisa menuduhku sembarangan tanpa ada bukti!
Dewi:
Aku punya buktinya! Kemarin, ketika aku tengah menggunakan akun twitter-mu, gadis itu mengirimkan pesan
melalui Direct Message untukmu! “Aku
akan datang ke acara pelantikanmu. Aku berjanji. Terimakasih telah
mengundangku. Peluk hangat untukmu, Fatir. Aku mencintaimu.” Begitu lah isi
pesan dari gadis itu, Fatir! Kau tak bisa lagi berbohong! Lebih baik kau
mengaku!
Fatir:
….
Dewi:
Mengapa kau tak menjawab, Fatir? Pengecut!
Fatir:
….
Dewi:
Kau masih juga tak mau bicara, Fatir? Terbukti sudah semuanya! Aku tahu, kau tak
mau bicara karena semua ini memang benar kan? Kau tak bisa membantah lagi! Dan
kurasa tak ada lagi yang bisa kita pertahankan dari hubungan ini jika kau saja
sudah tak setia. Cukup, Fatir! Aku muak! Hubungan kita sampai disini saja.
Semoga kau bahagia dengan gadis selingkuhanmu itu…
Fatir:
Honey, aku hanya tak tahu harus berbicara apa…
Fatir:
Honey, balaslah chat-ku :-( aku ingin
menjelaskan semuanya…
Fatir:
Tak ada maksudku menduakanmu. Aku hanya mengundang Fika untuk datang. Tidak
lebih.
Dewi:
Kau mengundang dia, tapi kau tak mengundangku?! Pacarmu itu, dia atau aku? Tega
sekali kau, Fatir.
Fatir:
Okay. Aku mengaku. Aku memang sering berhubungan dengannya akhir-akhir ini.
Karena aku kesepian, honey. Karena kau menghilang selama lima hari. Tapi aku
tak bermaksud untuk menduakanmu :-(
Dewi:
Kesabaranku padamu sudah sampai diambang batas, Fatir! Aku tak bisa lagi
memaafkanmu! Kalau kau memang mencintaiku, meskipun aku menghilang selama
bertahun-tahun pun kau akan tetap menungguku, bukannya menjalin hubungan dengan
gadis lain! Aku kecewa padamu!
Fatir:
Honey, aku tak ingin kehilanganmu. Aku sayang padamu. Maafkan aku :-(
Dewi:
Sudah berapa banyak kata maaf yang kau ucapkan padaku? Sudah berapa banyak
janji yang kau ikrarkan untukku? Tapi semuanya tak pernah ada bukti! Kau
pembohong! Sudahlah, Fatir. Aku lelah. Hubungan kita berakhir sampai disini,
titik!
Fatir:
Honey, tunggu! Dengarkan aku dulu…
Fatir:
Honey… :-(
Fatir:
Ayolah, honey. Jangan offline seperti
ini. Aku ingin bicara…
*
* * *
26 September 2011,
Pukul 7 pagi…
Fatir:
Honey, masihkah kau marah?
Pukul 4 sore…
Fatir:
Bisakah kau tak mengambil keputusan dengan terburu-buru untuk mengakhiri semua
ini?
Pukul
8:30 malam…
Fatir:
Aku rasa kau mesti berpikir ulang mengenai hubungan kita… satu hal yang harus
kau tahu, aku tak ingin kehilanganmu…
*
* * *
16 Oktober 2011, pukul 12 siang…
Yusi:
Dewi, ini aku, Mba Yus. Kau masih ingat padaku kan?
Dewi:
Oh, tentu, Mba. Bagaimana bisa aku lupa bahwa Mba adalah kakak kandung dari Fatir
:-) Ada perlu apa sehingga Mba menghubungiku? Kenapa tidak lewat sms atau
telepon saja?
Yusi:
Aku tak tahu nomor ponselmu, Wi. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa Fatir
tengah sakit disini. Ia kelelahan setelah mengikuti LATSAR dua minggu
berturut-turut.
Dewi:
Bagaimana Mba tahu kalau Fatir sakit?
Yusi:
10 hari lagi adalah hari pelantikan Fatir. Itulah sebabnya aku pergi ke Bandung
demi menjenguknya, memastikan keadaan. Ternyata adik bungsuku itu tengah sakit.
Dewi:
Lalu apa yang bisa kubantu, Mba?
Yusi:
Bisakah kau jenguk Fatir? Sepertinya kondisi tubuh Fatir akan membaik jika kau
datang menjenguk.
Dewi:
Maafkan aku, Mba. Tapi… aku sudah tak ada hubungan apa-apa lagi dengan Fatir.
Aku tak pantas menjenguknya.
Yusi:
Aku mohon, Wi. Sekali ini saja. Demi Fatir. Kasihan dia. Soal ongkos, tak usah
kau pikirkan, akan ku tanggung semuanya!
Dewi:
Hmm… baiklah. Tapi semua ini kulakukan demi Mba Yusi, bukan demi Fatir!
*
* * *
18 Oktober 2011, pukul 2 siang…
Fatir:
Terimakasih banyak, kemarin kau telah datang jauh-jauh demi menjengukku :-)
Dewi:
Tak mengapa :-)
Fatir:
Apakah kau sudah tiba di Palembang?
Dewi:
Ya, aku sudah tiba. Sekarang aku sedang berada di bis, perjalanan dari bandara
menuju kost-an ku.
Fatir:
Dewi, masihkah kau benci padaku?
Dewi:
Hahahaha :-D entahlah.
Fatir:
Tak maukah kau memberikanku satu kesempatan lagi untuk bersamamu?
Dewi:
Aku belum siap untuk itu.
Fatir:
Lalu kapan?
Dewi:
Entahlah. Mungkin kelak, ketika kau berhasil menunjukkan kepadaku, bahwa kau
memang benar-benar mencintaiku. Disaat itu lah aku akan kembali padamu :-)
*
* * *
24 September 2015, pukul 7 pagi…
Fatir:
Selamat pagi bidadariku… apa kabarmu disana? Sudah hampir empat tahun lamanya
aku tak pernah mengabarimu bahkan mengetahui kabarmu lagi. Maafkan aku. Tak ada
maksud menjauhimu. Meski kutahu, kita memang sudah tak memiliki hubungan
apa-apa lagi. Tapi satu hal yang harus kau tahu. Aku seperti ini, karena aku
ingin membuktikan padamu bahwa aku mencintaimu. Hingga detik ini aku masih
setia menunggumu. Dan kau perlu tahu, selama empat tahun kita tak menjalin
hubungan, aku tak pernah sekalipun menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku
tak menghubungimu, agar aku lebih terkonsentrasi pada kuliahku. Dan tahukah
kau? Kemarin aku baru menjalani proses kelulusan di IPDN. Aku ingin kembali
datang padamu, ketika kesuksesan telah tergenggam ditanganku. Dewi… aku cinta
padamu…
Dewi:
Hahahaha…. Entah aku harus percaya atau tidak padamu, Fatir.
Fatir:
Mengapa kau tak mau percaya?
Dewi:
Karena dulu, kau pernah membuatku tak lagi memercayaimu. Kau injak hingga tak
bersisa keping-keping kepercayaanku yang telah tumbuh dengan suburnya.
Fatir:
Dewi, maafkan aku… tak bisakah kau memberikanku kesempatan itu?
Dewi:
….
Fatir:
Bukankah kau berjanji akan kembali padaku ketika aku berhasil membuktikan
padamu bahwa aku mencintaimu? Dan kini, aku benar-benar telah membuktikannya….
Jangan ingkari janji yang kau buat sendiri, Dewi…
Dewi:
Lihat saja nanti, pada waktunya…
*
* * *
25 September 2015, pukul 5:30 pagi…
Fatir:
Oh, Dewi! Kebetulan sekali kau sedang online.
Apakah kau sedang berada di Pekanbaru sekarang?
Dewi:
Ya, kebetulan STAN sedang libur. Makanya aku pulang ke Pekanbaru. Ada apa?
Fatir:
Tak mengapa :-)
Dewi:
Dasar aneh! Kau hanya men-chat-ku
pagi-pagi buta seperti ini hanya untuk membicarakan hal tak penting seperti
itu.
Fatir:
Tak maukah kau tahu, aku sekarang sedang berada dimana?
Dewi:
Tentu saja, kau berada di asrama IPDN, bukan? Sudah bisa kutebak. Anak kecil
yang bodoh pun akan tahu hal seperti ini.
Fatir:
Sepertinya kau lebih bodoh dari anak kecil itu, Dewi. Karena tebakanmu salah.
Aku sekarang, sedang berada di depan rumahmu… :-)
Dewi tersentak membaca deretan kalimat
itu, lalu bergegas bangun dari tempat tidurnya. Diletakkannya laptop yang
tengah ia pangku begitu saja keatas ranjang. Kemudian, ia berlari, hendak
menuju pintu depan rumahnya segera. Ayah dan Ibu-nya yang sedang duduk diruang
tengah sambil menonton tivi, keheranan, lalu bertanya. “Ada apa, Wi? Kenapa
terburu-buru?”
Dewi berhenti sejenak, terdiam sambil
garuk-garuk kepala. “Aduh, Bu. Nanti saja.” Dewi kembali berlalu, lalu bergegas
menuju pintu depan rumahnya yang masih tertutup. Dan betapa gadis itu terkejut,
begitu pintu terbuka, Dewi menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sosok itu
tengah berdiri sambil menggenggam sebuah tablet PC dihalaman rumahnya. Sosok
yang selama empat tahun belakangan ini tak pernah lagi ia lihat batang
hidungnya. Sosok yang selalu saja membayangi hari-harinya. Sosok yang meski tak
pernah memberi kabar padanya, namun selalu saja ia rindukan. Ya, sosok itu: Fatir,
orang yang dulu pernah mengisi hari-harinya selama 2 tahun lamanya.
Fatir ternyata sudah banyak berubah.
Tubuhnya terlihat lebih tinggi dan berisi ketimbang empat tahun yang lalu.
Mungkin karena program latihan fisiknya di IPDN. Tak hanya itu, wajah Fatir
kini lebih menonjolkan garis ketegasan. Cermin wajah seorang pemimpin.
“Dewi…” Fatir tak mampu menahan gemuruh
hatinya. Matanya terlihat berkaca-kaca. Sementara itu, Dewi hanya mampu terdiam
di ambang pintu, dengan mulut kaku. Bumi seolah mengikat kakinya untuk tak
dapat lagi bergerak kemana-mana.
“Dewi…” Fatir tiba-tiba berlutut. Tablet
PC yang ia genggam jatuh dan terlihat retak dibagian luarnya. Matanya yang
berkaca-kaca meneteskan air mata. “Aku kembali padamu hari ini. Detik ini,
Dewi. Aku… cinta padamu.”
“Fatir…” Dewi menitikkan air mata haru.
“Aku telah membuktikan padamu bahwa aku
mencintaimu, aku sanggup menunggumu selama empat tahun. Membuktikan padamu
kesetiaanku yang bukanlah sekedar mainan.” Fatir merogoh sakunya, lalu
mengeluarkan sesuatu. Sebuah kotak kecil berbentuk hati. “Sekarang, giliranmu
yang menepati janjimu, Wi. Kau dulu berjanji, akan kembali padaku ketika aku
telah berhasil membuktikan semuanya.” Fatir
membuka kotak kecil itu dengan posisi bagian dalam kotak yang menghadap kearah
Dewi. Cincin! Dewi terkesima seketika. “Aku tak ingin lagi kehilanganmu untuk
yang kedua kalinya, Wi. Jadi…, maukah kau menikah denganku? Menjadi pendamping
hidupku hingga maut menjemput, menjadi ratu di kerajaan kecil yang akan
kubangun, dan menjadi ibu dari semua anak-anakku.”
Dewi tersenyum. Air matanya menetes
dengan deras. Haru. Bahagia. Bertebaran dimana-mana. Hatinya terbungkus rasa
yang membuatnya ingin terbang ketujuh nirwana. Ia tak sanggup lagi membohongi
dirinya.
Dewi berlari secepat kilat mendekati Fatir.
Memeluk cowok itu dengan begitu hangat. “Aku cinta padamu, Fatir…. Terimakasih
telah memilihku menjadi ratu bagimu.”
“Dewi???!!” terdengar suara. Dewi melepas
pelukannya terhadap Fatir lalu menoleh kebelakang.
“Ayah? Ibu?” wajah Dewi menyemu merah.
Malu bercampur takut. Ditundukkannya kepala, takut-takut kalau Ayah dan Ibu
marah melihat kejadian itu. “Aku…”
Ayah tertawa sesaat, memotong Dewi yang
hendak menjelaskan kejadian yang tengah terjadi. “Ayah dan Ibu sudah mendengar
semua percakapan kalian.” Ayah melirik ibu sesaat, lalu ibu hanya tersenyum
nakal. “Jadi…, kapan pernikahan kalian akan dilangsungkan? Ayah dan Ibu sudah
tak sabar menimang cucu.”
Dewi yang hendak menjawab, didahului
oleh Fatir. “Pagi ini pun kami siap, ya kan, Wi?” Fatir mendelik nakal pada
Dewi.
“HHA?!” kedua bola mata Dewi nyaris
keluar dari tempurungnya.
“Hahahaha, tidak. Aku bercanda, sayang. Kita
akan menikah ketika kau sudah lulus kuliah, tentu saja.” Fatir mengecup kening
Dewi dengan mesra. Bahagia…
SELESAI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar