Rabu, 16 Januari 2013

a story in a chat



A STORY IN A CHAT

5 September 2011, pukul 8 pagi…
Fatir: Good morning, Honey. Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak? Aku sudah tiba di Bandung pukul 5 pagi tadi. Sekarang aku dan teman-temanku dari Pekanbaru yang lainnya, sudah ditempatkan di sebuah hotel bintang tiga di kota Bandung. Rencananya, jam sepuluh pagi ini, aku dan teman-temanku akan menuju IPDN untuk menjalani tes kesehatan. Doakan aku, honey. Aku merindukanmu…
Dewi: Oh, sayang. Kalau saja kau tahu, aku semalam tak bisa tidur karena memikirkanmu.
Aku tak terbiasa berada jauh darimu. Kapan kau pulang, sayang? Aku juga
Merindukanmu :-(
Fatir:  Aku tak tahu kapan akan kembali ke Pekanbaru, honey…kalau aku berhasil diterima menjadi praja di IPDN, mungkin aku baru bisa pulang sekitar akhir bulan Desember. Semoga saja aku berhasil melalui semuanya. Aku rasa kau tahu, bahwa menjadi praja di IPDN adalah salah satu impianku sejak dulu.
Dewi: Ya, sayang. Aku tahu itu. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu. Untuk masa depan dan kehidupanmu.
* * * *
5 September 2011, pukul 5 sore…
Dewi: Oh, sayang! Kebetulan sekali! Kau sedang online rupanya. Aku sulit sekali menghubungi ponselmu. Sepertinya sedang ada gangguan pada jaringannya. Oh ya, bagaimana tes kesehatanmu? Apakah berjalan lancar?
Fatir: Syukurlah. Semua berjalan dengan sangat lancar. Oh ya, kau perlu tahu. Aku sekarang sudah berada di asrama IPDN, honey. Bukan di hotel lagi. Besok aku akan menjalani rangkaian tes lainnya.
Dewi: Semoga sukses, sayang :-D aku selalu mendoakanmu. Apa yang sedang kau lakukan disana sekarang?
Fatir: Aku sedang beristirahat dikamar, honey. Tubuhku terasa begitu pegal setelah menjalani tes hari ini.
Dewi: Kalau begitu, lebih baik kau tidur saja. Beristirahatlah :-)
Fatir: Terimakasih, honey, atas pengertian dan waktu yang kau berikan. I love you
Dewi: I love you too :-*
* * * *

6 September 2011, pukul 6 pagi…
Fatir: Honey! Gawat! Gawat! Seluruh ponsel milikku dan teman-temanku disita oleh pihak IPDN. Ternyata kami tidak boleh memegang ponsel hingga tes selesai. Bahkan bagi para calon praja yang diterima menjadi praja di IPDN, tak diperbolehkan untuk memegang ponsel hingga waktu pelantikan! Bagaimana ini, honey? :-(
Dewi: Sudah kutebak akan seperti ini, sayang :-( mau bagaimana lagi? Bersabarlah. Ini semua demi kebaikanmu. Bukankah kau sendiri yang ngotot ingin kuliah di IPDN, meski telah kubujuk berkali-kali agar kau kuliah di STAN Palembang saja sepertiku? Terimalah takdirmu, sayang. Kita tak bisa berbuat banyak.
Fatir: Lalu bagaimana aku akan menghubungimu? Aku pasti akan sangat merindukanmu.
Dewi: Bukankah kita masih bisa untuk open chat sesekali, sayang?
Fatir: Astaga! Benar sekali! Kau pintar, honey! Mengapa aku tak menyadari hal itu?! Untunglah laptop dan modemku tak ikut disita juga :-)
Dewi: Tentu, sayang… tak mungkin aku menjadi pacarmu kalau aku tak pintar, hahaha
* * * *
6 September 2011, pukul 8 malam…
Dewi: Sayang?
7 September 2011, pukul 5:30 pagi…
Dewi: Sayang? Mengapa kau tak kunjung mengabariku? Mengapa profil chat-mu selalu off?
9 September 2011, pukul 6:30 malam…
Dewi: Apakah laptop dan modem-mu benar-benar disita juga, sayang? :-(
* * * *
11 September 2011, pukul 4 sore…
Fatir: Honey? Maafkan aku baru menghubungimu. Kegiatanku sangat padat disini, honey. Untuk beristirahat pun aku jarang :-(
Dewi: …
Fatir: Honey, kau marah padaku? Untuk sekedar membalas pembicaraanku pun kau tak mau? Ayolah, honey, cobalah bersikap dewasa. Kau seharusnya dapat mengerti keadaanku.
Dewi: …
Fatir: Honey… kumohon. Maafkan aku :-(
Dewi: Kau tak pernah mengerti perasaanku!
Fatir: Tak pernah mengerti bagaimana?
Dewi: Kau egois, Fatir! Kau selalu memintaku untuk mengerti keadaanmu, tapi kau tak pernah mengerti perasaanku! Aku membutuhkanmu, Fatir! Aku merindukanmu! Empat hari kau tak pernah memberi kabar padaku! Jahat sekali!
Fatir: Keadaan yang membuatku seperti ini, honey. Mengertilah. Kegiatanku sangat padat. Aku harus memulai kegiatan pagi-pagi buta, dan baru kembali pulang ke asrama ketika malam. Aku lelah, dan aku harus beristirahat. Itulah sebabnya aku jarang menghubungimu.
Dewi: Tak ada waktu kah untukku walau hanya semenit? Tak ada lagi kah sisa tenagamu hanya untuk menulis sedikit saja pesan chat padaku yang menceritakan bagaimana kabarmu? Kurasa kau telah lupa padaku!
Fatir: Sudahlah, honey. Tubuhku sedang lelah sekali sekarang. Dan tak ingin lagi ditambah dengan masalah seperti ini!
Dewi: Kau yang memulai semua masalah ini, Fatir! Cukup! Aku juga lelah. Dan ingin beristirahat!
Fatir: Dewi?
Fatir: Dewi, begitu marahnya kah kau hingga langsung offline seperti ini?
Fatir: Maafkan aku, Dewi :-( honey…
* * * *
11 September 2011, pukul 10 malam…
Fatir: Honey, masihkah kau marah padaku? Please, maafkan aku. Aku janji tak akan mengulanginya lagi.
Dewi: Fiuh… aku memang tak bisa berlama-lama marah padamu, sayang. Benarkan kau janji tak akan mengulanginya lagi?
Fatir: Ya, honey. Aku janji :-) jadi, kau mau kan memaafkanku?
Dewi: Menurutmu? :-p
Fatir: Hahahaha, kau selalu berhasil membuatku tersenyum, honey. Aku sayang padamu :-*
* * * *
17 September 2011, pukul 3 sore…
Fatir: Honey! Tahukah kau? Hari ini adalah pengumuman bagi para calon praja yang diterima di IPDN. Dan ada berita bagus! Aku adalah salah satu dari seluruh calon praja yang lolos! :-D aku diterima, honey!
Dewi: Good, sayang :-) aku turut bahagia mendengarnya. Lalu, bagaimana selanjutnya?
Fatir: Aku akan mengikuti bermacam pelatihan setelah ini. Dan pelantikan akan dilakukan tanggal 26 Oktober, honey. Setelah pelantikan, aku baru boleh memegang ponsel lagi.
Dewi: Sukses untukmu, sayang :-)
Fatir: Terimakasih, honey… Oh ya, bagaimana dengan kuliahmu? Apakah kau nyaman kuliah di STAN?
Dewi: Sangat nyaman, sayang. Kemarin aku mendapatkan nilai A untuk post-test mata kuliah akuntansi negara.
Fatir: Aku bangga padamu, honey…
Dewi: Begitu pun aku. Aku juga sangat bangga padamu…
* * * *
20 September 2011, pukul 11 siang…
Dewi: Shit! Kau melakukan hal ini lagi padaku, Fatir! :-@ sudah tiga hari kau tak pernah mengabariku! Mana janjimu untuk tak lagi mengabaikanku? Kau memang pembohong!
Fatir: Honey, dengarkan dulu penjelasanku. Aku memang benar-benar tengah sibuk disini.
Dewi: Selalu itu alasanmu! Cukup, Fatir! Aku lelah!
Fatir: Honey, maaf :’-( aku tak bermaksud seperti ini.
Fatir: Honey, lagi-lagi kau offline ketika kita sedang membicarakan hal yang penting! Mengapa kau seolah selalu lari dari semua ini? Tak bisakah kau bersikap sedikit dewasa dan membicarakan hal ini denganku hingga tuntas? Kau childish!
Fatir: Honey? :-( balaslah chat-ku ini. Kita harus bicara…
* * * *
25 September 2011, pukul 7:30 malam…
Dewi: Fatir, kita harus bicara!
Fatir: Akhirnya kau membalas chat-ku juga setelah lima hari kau menghilang!
Dewi: Kau yang membuatku seperti ini!
Fatir: Bukankah aku sudah minta maaf?
Dewi: Sudahlah, Fatir! Aku sedang tak ingin membicarakan hal itu! Aku ingin membicarakan hal lain denganmu!
Fatir: Membicarakan hal apa?
Dewi: Aku tak ingin basa-basi lagi, Fatir! Aku sudah tahu semuanya, bahwa kau mempunyai selingkuhan disana!
Fatir: Apa maksudmu, honey? Aku tak mengerti :-/
Dewi: Tak usah pura-pura bodoh! Fika Putri! Itu nama selingkuhanmu! Mahasiswi semester satu di fakultas sastra Universitas Padjajaran. Dia adalah mantan kekasihmu sewaktu kau masih duduk di kelas 3 SMA! Benar kan Fatir?! Kau tak bisa lagi mengelak!
Fatir: Kau tak bisa menuduhku sembarangan tanpa ada bukti!
Dewi: Aku punya buktinya! Kemarin, ketika aku tengah menggunakan akun twitter-mu, gadis itu mengirimkan pesan melalui Direct Message untukmu! “Aku akan datang ke acara pelantikanmu. Aku berjanji. Terimakasih telah mengundangku. Peluk hangat untukmu, Fatir. Aku mencintaimu.” Begitu lah isi pesan dari gadis itu, Fatir! Kau tak bisa lagi berbohong! Lebih baik kau mengaku!
Fatir: ….
Dewi: Mengapa kau tak menjawab, Fatir? Pengecut!
Fatir: ….
Dewi: Kau masih juga tak mau bicara, Fatir? Terbukti sudah semuanya! Aku tahu, kau tak mau bicara karena semua ini memang benar kan? Kau tak bisa membantah lagi! Dan kurasa tak ada lagi yang bisa kita pertahankan dari hubungan ini jika kau saja sudah tak setia. Cukup, Fatir! Aku muak! Hubungan kita sampai disini saja. Semoga kau bahagia dengan gadis selingkuhanmu itu…
Fatir: Honey, aku hanya tak tahu harus berbicara apa…
Fatir: Honey, balaslah chat-ku :-( aku ingin menjelaskan semuanya…
Fatir: Tak ada maksudku menduakanmu. Aku hanya mengundang Fika untuk datang. Tidak lebih.
Dewi: Kau mengundang dia, tapi kau tak mengundangku?! Pacarmu itu, dia atau aku? Tega sekali kau, Fatir.
Fatir: Okay. Aku mengaku. Aku memang sering berhubungan dengannya akhir-akhir ini. Karena aku kesepian, honey. Karena kau menghilang selama lima hari. Tapi aku tak bermaksud untuk menduakanmu :-(
Dewi: Kesabaranku padamu sudah sampai diambang batas, Fatir! Aku tak bisa lagi memaafkanmu! Kalau kau memang mencintaiku, meskipun aku menghilang selama bertahun-tahun pun kau akan tetap menungguku, bukannya menjalin hubungan dengan gadis lain! Aku kecewa padamu!
Fatir: Honey, aku tak ingin kehilanganmu. Aku sayang padamu. Maafkan aku :-(
Dewi: Sudah berapa banyak kata maaf yang kau ucapkan padaku? Sudah berapa banyak janji yang kau ikrarkan untukku? Tapi semuanya tak pernah ada bukti! Kau pembohong! Sudahlah, Fatir. Aku lelah. Hubungan kita berakhir sampai disini, titik!
Fatir: Honey, tunggu! Dengarkan aku dulu…
Fatir: Honey… :-(
Fatir: Ayolah, honey. Jangan offline seperti ini. Aku ingin bicara…
* * * *
26 September 2011,
Pukul 7 pagi…
Fatir: Honey, masihkah kau marah?
Pukul 4 sore…
Fatir: Bisakah kau tak mengambil keputusan dengan terburu-buru untuk mengakhiri semua ini?

Pukul 8:30 malam…
Fatir: Aku rasa kau mesti berpikir ulang mengenai hubungan kita… satu hal yang harus kau tahu, aku tak ingin kehilanganmu…
* * * *
16 Oktober 2011, pukul 12 siang…
Yusi: Dewi, ini aku, Mba Yus. Kau masih ingat padaku kan?
Dewi: Oh, tentu, Mba. Bagaimana bisa aku lupa bahwa Mba adalah kakak kandung dari Fatir :-) Ada perlu apa sehingga Mba menghubungiku? Kenapa tidak lewat sms atau telepon saja?
Yusi: Aku tak tahu nomor ponselmu, Wi. Aku hanya ingin memberitahumu bahwa Fatir tengah sakit disini. Ia kelelahan setelah mengikuti LATSAR dua minggu berturut-turut.
Dewi: Bagaimana Mba tahu kalau Fatir sakit?
Yusi: 10 hari lagi adalah hari pelantikan Fatir. Itulah sebabnya aku pergi ke Bandung demi menjenguknya, memastikan keadaan. Ternyata adik bungsuku itu tengah sakit.
Dewi: Lalu apa yang bisa kubantu, Mba?
Yusi: Bisakah kau jenguk Fatir? Sepertinya kondisi tubuh Fatir akan membaik jika kau datang menjenguk.
Dewi: Maafkan aku, Mba. Tapi… aku sudah tak ada hubungan apa-apa lagi dengan Fatir. Aku tak pantas menjenguknya.
Yusi: Aku mohon, Wi. Sekali ini saja. Demi Fatir. Kasihan dia. Soal ongkos, tak usah kau pikirkan, akan ku tanggung semuanya!
Dewi: Hmm… baiklah. Tapi semua ini kulakukan demi Mba Yusi, bukan demi Fatir!
* * * *
18 Oktober 2011, pukul 2 siang…
Fatir: Terimakasih banyak, kemarin kau telah datang jauh-jauh demi menjengukku :-)
Dewi: Tak mengapa :-)
Fatir: Apakah kau sudah tiba di Palembang?
Dewi: Ya, aku sudah tiba. Sekarang aku sedang berada di bis, perjalanan dari bandara menuju kost-an ku.
Fatir: Dewi, masihkah kau benci padaku?
Dewi: Hahahaha :-D entahlah.
Fatir: Tak maukah kau memberikanku satu kesempatan lagi untuk bersamamu?
Dewi: Aku belum siap untuk itu.
Fatir: Lalu kapan?
Dewi: Entahlah. Mungkin kelak, ketika kau berhasil menunjukkan kepadaku, bahwa kau memang benar-benar mencintaiku. Disaat itu lah aku akan kembali padamu :-)
* * * *
24 September 2015, pukul 7 pagi…
Fatir: Selamat pagi bidadariku… apa kabarmu disana? Sudah hampir empat tahun lamanya aku tak pernah mengabarimu bahkan mengetahui kabarmu lagi. Maafkan aku. Tak ada maksud menjauhimu. Meski kutahu, kita memang sudah tak memiliki hubungan apa-apa lagi. Tapi satu hal yang harus kau tahu. Aku seperti ini, karena aku ingin membuktikan padamu bahwa aku mencintaimu. Hingga detik ini aku masih setia menunggumu. Dan kau perlu tahu, selama empat tahun kita tak menjalin hubungan, aku tak pernah sekalipun menjalin hubungan dengan wanita lain. Aku tak menghubungimu, agar aku lebih terkonsentrasi pada kuliahku. Dan tahukah kau? Kemarin aku baru menjalani proses kelulusan di IPDN. Aku ingin kembali datang padamu, ketika kesuksesan telah tergenggam ditanganku. Dewi… aku cinta padamu…
Dewi: Hahahaha…. Entah aku harus percaya atau tidak padamu, Fatir.
Fatir: Mengapa kau tak mau percaya?
Dewi: Karena dulu, kau pernah membuatku tak lagi memercayaimu. Kau injak hingga tak bersisa keping-keping kepercayaanku yang telah tumbuh dengan suburnya.
Fatir: Dewi, maafkan aku… tak bisakah kau memberikanku kesempatan itu?
Dewi: ….
Fatir: Bukankah kau berjanji akan kembali padaku ketika aku berhasil membuktikan padamu bahwa aku mencintaimu? Dan kini, aku benar-benar telah membuktikannya…. Jangan ingkari janji yang kau buat sendiri, Dewi…
Dewi: Lihat saja nanti, pada waktunya…
* * * *
25 September 2015, pukul 5:30 pagi…
Fatir: Oh, Dewi! Kebetulan sekali kau sedang online. Apakah kau sedang berada di Pekanbaru sekarang?
Dewi: Ya, kebetulan STAN sedang libur. Makanya aku pulang ke Pekanbaru. Ada apa?
Fatir: Tak mengapa :-)
Dewi: Dasar aneh! Kau hanya men-chat-ku pagi-pagi buta seperti ini hanya untuk membicarakan hal tak penting seperti itu.
Fatir: Tak maukah kau tahu, aku sekarang sedang berada dimana?
Dewi: Tentu saja, kau berada di asrama IPDN, bukan? Sudah bisa kutebak. Anak kecil yang bodoh pun akan tahu hal seperti ini.
Fatir: Sepertinya kau lebih bodoh dari anak kecil itu, Dewi. Karena tebakanmu salah. Aku sekarang, sedang berada di depan rumahmu… :-)
Dewi tersentak membaca deretan kalimat itu, lalu bergegas bangun dari tempat tidurnya. Diletakkannya laptop yang tengah ia pangku begitu saja keatas ranjang. Kemudian, ia berlari, hendak menuju pintu depan rumahnya segera. Ayah dan Ibu-nya yang sedang duduk diruang tengah sambil menonton tivi, keheranan, lalu bertanya. “Ada apa, Wi? Kenapa terburu-buru?”
Dewi berhenti sejenak, terdiam sambil garuk-garuk kepala. “Aduh, Bu. Nanti saja.” Dewi kembali berlalu, lalu bergegas menuju pintu depan rumahnya yang masih tertutup. Dan betapa gadis itu terkejut, begitu pintu terbuka, Dewi menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri sosok itu tengah berdiri sambil menggenggam sebuah tablet PC dihalaman rumahnya. Sosok yang selama empat tahun belakangan ini tak pernah lagi ia lihat batang hidungnya. Sosok yang selalu saja membayangi hari-harinya. Sosok yang meski tak pernah memberi kabar padanya, namun selalu saja ia rindukan. Ya, sosok itu: Fatir, orang yang dulu pernah mengisi hari-harinya selama 2 tahun lamanya.
Fatir ternyata sudah banyak berubah. Tubuhnya terlihat lebih tinggi dan berisi ketimbang empat tahun yang lalu. Mungkin karena program latihan fisiknya di IPDN. Tak hanya itu, wajah Fatir kini lebih menonjolkan garis ketegasan. Cermin wajah seorang pemimpin.
“Dewi…” Fatir tak mampu menahan gemuruh hatinya. Matanya terlihat berkaca-kaca. Sementara itu, Dewi hanya mampu terdiam di ambang pintu, dengan mulut kaku. Bumi seolah mengikat kakinya untuk tak dapat lagi bergerak kemana-mana.
“Dewi…” Fatir tiba-tiba berlutut. Tablet PC yang ia genggam jatuh dan terlihat retak dibagian luarnya. Matanya yang berkaca-kaca meneteskan air mata. “Aku kembali padamu hari ini. Detik ini, Dewi. Aku… cinta padamu.”
“Fatir…” Dewi menitikkan air mata haru.
“Aku telah membuktikan padamu bahwa aku mencintaimu, aku sanggup menunggumu selama empat tahun. Membuktikan padamu kesetiaanku yang bukanlah sekedar mainan.” Fatir merogoh sakunya, lalu mengeluarkan sesuatu. Sebuah kotak kecil berbentuk hati. “Sekarang, giliranmu yang menepati janjimu, Wi. Kau dulu berjanji, akan kembali padaku ketika aku telah berhasil membuktikan semuanya.”  Fatir membuka kotak kecil itu dengan posisi bagian dalam kotak yang menghadap kearah Dewi. Cincin! Dewi terkesima seketika. “Aku tak ingin lagi kehilanganmu untuk yang kedua kalinya, Wi. Jadi…, maukah kau menikah denganku? Menjadi pendamping hidupku hingga maut menjemput, menjadi ratu di kerajaan kecil yang akan kubangun, dan menjadi ibu dari semua anak-anakku.”
Dewi tersenyum. Air matanya menetes dengan deras. Haru. Bahagia. Bertebaran dimana-mana. Hatinya terbungkus rasa yang membuatnya ingin terbang ketujuh nirwana. Ia tak sanggup lagi membohongi dirinya.
Dewi berlari secepat kilat mendekati Fatir. Memeluk cowok itu dengan begitu hangat. “Aku cinta padamu, Fatir…. Terimakasih telah memilihku menjadi ratu bagimu.”
“Dewi???!!” terdengar suara. Dewi melepas pelukannya terhadap Fatir lalu menoleh kebelakang.
“Ayah? Ibu?” wajah Dewi menyemu merah. Malu bercampur takut. Ditundukkannya kepala, takut-takut kalau Ayah dan Ibu marah melihat kejadian itu. “Aku…”
Ayah tertawa sesaat, memotong Dewi yang hendak menjelaskan kejadian yang tengah terjadi. “Ayah dan Ibu sudah mendengar semua percakapan kalian.” Ayah melirik ibu sesaat, lalu ibu hanya tersenyum nakal. “Jadi…, kapan pernikahan kalian akan dilangsungkan? Ayah dan Ibu sudah tak sabar menimang cucu.”
Dewi yang hendak menjawab, didahului oleh Fatir. “Pagi ini pun kami siap, ya kan, Wi?” Fatir mendelik nakal pada Dewi.
“HHA?!” kedua bola mata Dewi nyaris keluar dari tempurungnya.
“Hahahaha, tidak. Aku bercanda, sayang. Kita akan menikah ketika kau sudah lulus kuliah, tentu saja.” Fatir mengecup kening Dewi dengan mesra. Bahagia…
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar